Persaingan dalam dunia bisnis yang semakin tajam sekarang ini mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada penciptaan produk dan jasa yang terkait langsung dengan bisnis utamanya. Efisiensi biaya dalam berbagai komponen pengeluaran keuangan perusahaan merupakan salah satu cara untuk dapat memenangkan persaingan. Kecenderungan yang terjadi adalah bahwa pengeluaran untuk pembiayaaan SDM perusahaan memakan porsi yang cukup besar dalam anggaran keungan perusahaan. Salah satu solusi untuk menghemat pengeluaran ini adalah dengan menggunakan sistem outsourcing.Salah satu solusi untuk menghemat pengeluaran ini adalah dengan menggunakan sistem outsourcing.
Implementasi outsourcing dapat diterapkan mulai dari hal-hal yang sederhana seperti pengelolaan cleaning service sampai pada level yang rumit yaitu pengelolaan perusahaan. Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, karena perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing, memikirkan mengenai pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya.
Mengapa Outsourcing
- Meningkatkan fokus perusahaan.
- Memanfaatkan kemampuan kelas dunia.
- Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari proses re-engineering.
- Membagi resiko.
- Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain
- Memungkinkan tersedianya dana kapital
- Menciptakan dana segar.
- Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
- Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.
- Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau diolah.
Pengertian Outsourcing
Usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang diinginkan.
“The transfer to a third party of the continuous management responsibility for the provision of a service governed by a level agreement”
(Shreeveport Management Consultancy)
Potensi keuntungan dari outsourcing adalah memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan core activity-nya.
Secara umum outsourcing diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyelia jasa. Dimana badan penyelia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati. Outsourcing hadir karena adanya keinginan dari perusahaan (perusahaan pengguna / pemesan – user/principal) untuk menyerahkan sebagian kegiatan perusahaan kepada pihak lain (perusahaan outsourcing) agar ia dapat berkonsentrasi penuh pada proses bisnis perusahaan (core business) Biar lebih kompetitif tujuannya.
Karena itu, pekerjaan yang di-outsourcing-kan bukanlah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan inti bisnis perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke bawah), meski terkadang ada juga posisi manajerial yang di-outsourcing-kan, namun tetap saja hanya untuk pekerjaan dalam tenggat waktu tertentu seperti proyek.
Dengan ‘membagi tugas’ kepada perusahaan lain itu, perusahaan pengguna outsourcing merasa mendapatkan keuntungan dari ‘kerjasama’ tersebut, karena ia tidak perlu pusing-pusing memikirkan dan mengurus pekerjaan-pekerjaan penunjang sehingga bisa fokus dalam bisnis operasional perusahaan
Faktor Penentu Keberhasilan Outsourcing
- Memahami maksud dan tujuan perusahaan.
- Memiliki visi dan perencanaan strategis.
- Memilih secara tepat service provider atau pemberi jasa.
- Melakukan pengawasan dan pengelolaan terus menerus terhadap hubungan antarperusahaan dan pemberi jasa.
- Memiliki kontrak yang cukup tersusun dgn baik
- Memelihara komunikasi yang baik dan terbuka dengan individu atau kelompok terkait.
- Mendapatkan dukungan dan keikutsertaan manajemen
- Memberikan perhatian secara berhati-hati pada persoalan yg menyangkut karyawan
Tujuan Outsourcing |
Risiko Outsourcing |
Mempercepat keuntungan reenginering | Keuntungan tidak diperoleh secara cepat, tidak diperoleh dalam jumlah yang cukup signifikan |
Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia | Akses tidak diperoleh karena pemberi jasa tidak menunjukkan kinerja perusahaan kelas dunia |
Memperoleh suntikan kas | Suntikan kas ternyata seret atau tidak diperoleh sama sekali karena perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan |
Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain | Sumber daya mungkin harus ditransfer ke atau diperlukan oleh perusahaan pemberi jasa, shg tetap kekurangan sumber daya |
Membebaskan diri dari fungsi yang sulit dikelola atau dikendalikan | Perusahaan mungkin tidak dapat bebas seluruhnya dari kesulitan yang sebetulnya ingin dihindari |
Memperbaiki fokus perusahaan | Karena berbagai tujuan yg ingin dicapai, tidak sepenuhnya didapat, maka fokus core business mgk tidak tercapai |
Memperoleh dana kapital | Karena perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin tambahan dana tidak ada |
Mengurangi biaya operasi | Biaya sesudah outsourcing mungkin tidak berkurang, tetapi tetap atau bahkan bertambah. |
Mengurangi resiko usaha | Karena berbagai tujuan yg ingin dicapai tidak sepenuhnya diperoleh, mungkin risiko usaha tetap saja besar |
Memperoleh sumber daya yg tidak dimiliki di dalam perusahaan | Karena perusahaan pemberi jasa juga tidak memiliki sumber daya yang diperlukan, maka tujuan ini tidak tercapai |
Jenis-jenis Outsourcing
- Contracting
Merupakan bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Langkah ini adalah langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis dan bukan merupakan bagian dari strategi (besar) perusahaan tetapi hanya untuk mencari cara yang praktis saja.
- Outsourcing
Penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan berkelas dunia. Diperlukan pihak pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang akan diserahkan.
- In Sourcing
Kebalikan dari outsourcing, dengan menerima pekerjaan dari perusahaan lain. Motivasi utamanya adalah dengan menjaga tingkat produktivitas dan penggunaan aset secara maksimal agar biaya satuannya dapat ditekan dimana hal ini akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian kompetensi utamanya tidak hanya digunakan sendiri tetapi juga dapat digunakan oleh perusahaan lain yang akan meningkatkan keuntungan.
- Co-Sourcing
Jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing. Contohnya adalah dengan memperbantukan tenaga ahli pada perusahaan pemberi jasa untuk saling mendukung kegiatan masing-masing perusahaan.
Resiko dan Alasan dari Outsourcing
Alasan utama Outsourcing :
- Meningkatkan focus bisnis karena telah melimpahkan sebagian operasionalnya kepada pihak lain
- Membagi resiko operasional Outsourcing membuat resiko operasional perusahaan bisa terbagi kepada pihak lain
- Sumber daya perusahaan yang ada bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lainnya
- Mengurangi biaya karena dana yang sebelumnya digunakan untuk investasi bisa difungsikan sebagai biaya operasional
- Memperkerjakan sumber daya manusia yang berkompeten karena tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan outsourcing adalah tenaga yang sudah terlatih dan kompeten dibidangnya
- Mekanisme control menjadi lebih baik.
Resiko yang Mungkin Timbul dari Outsourcing :
- Produktivitas justru menurun jika perusahaan outsourcing yang dipilih tidak kompeten
- Wrong man on the wrong place jika proses seleksi, training dan penempatan tidak dilakukan secara cermat oleh perusahaan outsourcing
- Terkena kewajiban ketenagakerjaan jika perjanjian kerjasama dengan perusahaan outsourcing tidak diatur dengan tegas dan jelas diawal kerja sama
- Regulasi yang belum kondusif akan membuat penentuan core dan non core juga belum jelas
- Pemilihan perusahaan jasa outsourcing yang salah bisa berakibat beralihnya status hubungan kerja dari perusahaan pemberi jasa pekerja ke perusahaan penerima jasa pekerja
Menurut Volker Mahnke, Mikkel Lucas Overby & Jan Vang (2003) dalam makalahnya di DRUID Summer Conference 2003 menyatakan bahwa tiga pokok utama outsourcing TI untuk memperbaiki SI yaitu meningkatkan kinerja bisnis, menghasilkan pendapatan baru dan yang dapat membantu perusahaan untuk menilai outsourcing. Untuk mencapai tujuan strategis perusahaan dengan pertimbangan mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi sumber daya TI dengan memperbaiki SI yang sesuai dengan bidang bisnis, akan tetapi tujuan eksplorasi komersial tentang aplikasi, operasi, infrastruktur dan mengetahui bagaimana memperkenalkan ke pasar berdasarkan produk dan layanan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut tercetus tentang insentif klien dan vendor outsourcing untuk sharing resiko dan rewards yang didapat berdasarkan tipe kontrak, hak putusan, pengukuran kinerja. Senior manajer memerlukan pedoman untuk merencanakan transformasi pengelolahan SI berdasarkan proses system standard dengan sistem core bisnis dengan platform teknologi yang global dan juga memikirkan transfer kepemilikan dan tanggung jawab aset TI dari pelanggan ke vendor outsourcing yang merupakan kritikal untuk sukses. Dari semua yang dilakukan perlu adanya evaluasi Outsourcing TI dan hubungan struktural, sebagai seorang manajer SI dan bisnis akan selalu ingat kebutuhan untuk kesuksesan, konsisten, kompentensi, kompatibilitas dan kelanjutan dari asset TI organisasi.
Menurut IT Governance Institute (2005) memberikan aturan baku untuk outsourcing yang memiliki tahapan outsourcing life cycle sebagai berikut :
© Kesesuaian penanda tanganan kontrak dan penanda tanganan proses yang diselesaikan.
© Persetujuan Service Level Agreement (SLA)
© Proses Opersional yang dikembangkan
© Transisi tahapan layanan dan waktu pembayaran
© Tim operasional, artikulasi yang jelas hubungan dan interface
© Transisi dan Transformasi rencana penyelesaian
© Undang-undang sukses, bonus dan penalti
© Konsensus dalam menentukan tanggung jawab
© Penilaian kelanjutan kinerja dan gaya supplier outsource
Transition
- Transisi staf
- Kunci Pengetahuan dan keahlian yang dipertahankan atau diperoleh
- Melaksanakan pengelolahan layanan untuk menyelesaikan
- Layanan yang dideliver ke SLA/OLA baru
- Kerangka kerja untuk memonitor dampak
- Program perbaikan berkelanjutan
- Tinjauan dan perbaikan prosedur
Transformation
- Aturan aktivitas yang digabungkan
- Menyelenggarakan layanan, mengoperasikan dan melaporkan
- Benchmarking yang dibangun
- Biaya Proyek diukur berdasarkan implementasi
- Manfaat yang dikelola
- Asset sejalan dengan kebutuhan
- Perubahan dan Manajemen Lingkungan yang sukses
Quick Wins dan Steady State
- Kontrak yang kadaluwarsa
- Benchmarking untuk menunjukan kurang kompetitif
- Pelanggaran atas kontrak
- Hubungan pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan (The IT Governance Institute,2005)
Menurut Hazael Taylor (2005) menyatakan bahwa outsourcing pada proyek multinasional IT menjadi lebih umum dalam mengelola resiko proyek untuk menghindari gagalnya proyek dengan mencatat resiko yang spesisifk dan membedakan dari pesaing maupun vendor outsourcing yang tidak kompenten, ini dapat ditentukan dengan mengenali faktor-faktor resiko yang dapat diidentifikasikan atau dikelompokan, yaitu :
Manajemen Resiko Proyek (Risk Management Project)
- Resiko Teknologi
- Resiko hubungan kerja
- Negosiasi vendor dengan internal
- Moral dari tim Vendor
- Kepercayaan klien
- Budaya organisasi klien
Resiko lokasi (Location Risk)
- Kantor pusat vendor terletak di seberang lautan
- Tidak ada pihak ketiga setempat yang bermain
Resiko lingkungan komersial (Commercial Environment Risks)
- Reputasi dari vendor
- Kompetisi dari vendor
- Resiko legalitas dan kredibilitas (Legal and Credit Risk)
- Kontrak kerja (Contract Term and Conditions) (Hazael Taylor,2005)
ada beberapa kesamaan pengaruh IT Outsourcing dalam organisasi yaitu :
- Memperbaiki strategis organisasi SI
- Mencegah resiko yang timbul
- Organisasi dapat tetap fokus pada core business–nya, sehingga dapat meningkatkan keunggulan kompetitif
- Bakuan standard untuk melakukan Outsourcing yang dijabarkan dengan beberapa metodologi
- Selain itu yang membedakan pengaruh outsourcing TI organisasi adalah budaya organisasi, political, sumber daya dan struktur organisasi.
Tahapan Outsourcing
Dari penjabaran diatas, bahwa era informasi yang mendukung keunggulan kompetitif kebutuhan organisasi akan outsourcing menjadi penting, kesamaan dari argumen dari dampak outsourcing pengendalian resiko dan proses seleksi provider atau peng-outsource baik dari sisi internal maupun sisi eksternal yang dipengaruhi oleh empat frame organisasi yaitu struktural, sumber daya manusia, politikal, dan simbolik untuk tercapainya objektivitas organisasi. Secara umum proses outsourcing dapat dilakukan dengan planning, outsourcing, seleksi strategi, cost analysis, seleksi vendor outsourcing, negosiasi, transisi resource dan hubungan manajemen. Cost analysis dalam kerangka outsourcing merupakan, aktivitas pendataan main cost dari aktivitas yang di outsource kan sebelum dan sesudah, dan evaluasi dampak business value dengan mempertimbangkan :
- Pengelompokkan biaya yang berpengaruh/signifikan, gunakan hukum pareto (80/20), aktivitas biaya-biaya yang akan dioutsource dicatat dan dimonitor.
- Sebelum melakukan outsourcing perhitungkan biaya biaya yang telah dikelompokkan, apakah nantinya memiliki keuntungan.
- Setelah Outsource, hitung ulang seperti langkah 2 dan analisa dampak setelah outsource.
- Gunakan cost-benefit analysis untuk mendapatkan hasil dari outsourcing apakah berdampak negatif atau posifit untuk perusahaan.
Adapun tahapan dalam outsourcing life cyle yang menurut IT Governance dalam Governance of Outsourcing (2005) , organisasi untuk mengadopsi best practice, outsourcing life cycle harus mengerti operasional dan strategikl sebagai dukungan control tiap tahan life cycle. Tujuan lebih luas dengan menerapkan model life cycle, organisasi akan lebih baik mengelola, mengurus, mengalokasikan sumber daya secara efektif lintas area selanjutnya. Dengan mempertimbangkan :
- Memastikan bawah outsourcing adalah sesuai yang mungkin dapat diterima dengan pemahaman bisnis organisasi dan operasi strategi (baik rancangan strategis maupun rancangan taktikal).
- Menentukan tipe outsourcing dan hubungannya dengan kebutuhan konsumsi jasa, sedangkan ini adalah terpisah, konsisten dan mempunyai karakteristik yang sederhana, hubungan berdasarkan pasar (market-based).
- Membangun proses aturan outsourcing dan kerangka sebelum kontrak ditandatangani. Ini menyediakan acuan untuk aturan dan menunjang semua bagian untuk melihat tujuan kontrak, harapan, peranan, tangung jawab inisiatif aturan (responsibilities of the governance initiative).
- Lakukan penelitian. Organisasi harus melakukan penelitian pada organisasinya sendiri (untuk memahami, mengukur, dan memenuhi persyaratan kebutuhan outsourcing) dan memilih provider/peng-outsource yang potensial dapat melakukannya.
- Lakukan negosiasi ulang kontrak untuk jangka waktu tertentu untuk memastikan harapan dan rencana apakah telah tercapai, bila perlu mendapatkan alternatif dengan calon provider lain.
Benefit Outsourcing
Perusahaan peng-outsource pekerjaan itu dapat lebih berkonsentrasi pada inti bisnis yang dijalankan, sehingga berpeluang menjadi lebih kompetitif. Keputusan suatu perusahaan untuk melakukan outsourcing, dewasa ini, tak selalu dikarenakan ketidakmampuan melakukannya sendiri. Pertimbangan biaya memang selalu dijadikan alasan, termasuk aturan ketenaga kerjaan tetapi nilai strategisnya juga tak kurang menjadi perhatian yang sangat penting. Dengan penyerahan pekerjaan ke pihak lain, yang tentu lebih profesional dalam melakukannya, diharapkan akan diperoleh suatu dukungan yang lebih baik. Sementara, perusahaan peng- outsource pekerjaan itu dapat lebih berkonsentrasi pada inti bisnis yang dijalankan, sehingga berpeluang menjadi lebih kompetitif. Begitu pula, outsourcing TI kini telah menjadi salah satu solusi bagi perusahaan besar, meski tak tertutup kemungkinan dilakukan oleh perusahaan kecil. Karena, secara prinsip, outsourcing merupakan penyerahan suatu pekerjaan kepada pihak ketiga, di luar perusahaan sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran tertentu dan, biasanya, untuk jangka waktu tertentu pula. Tak jarang, outsourcing yang dijalin dengan baik, berubah menjadi suatu bentuk kemitraan strategis jangka panjang yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Namun, dalam mengikat bentuk kerjasama outsourcing itu, perusahaan peng-outsource perlu secara sungguh-sungguh memilih pekerjaan apa saja yang layak dan perlu di outsource , berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk itu, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dan bagaimana kompetensi pelaksananya. Bagaimana keuntungannya bagi perusahaan, baik dilihat dari segi nilai kompetitif bisnis, pengembangan kompetensi, peningkatan produktivitas SDM dan daya saing perusahaan. Benefit yang didapat dari outsourcing dapat berupa tangible (seperti keseimbangan biaya outsourcing yang dikeluarkan) dan intangible (tingkat pelayanan yang diberikan secara professional). Tak heran bila kebutuhan terhadap jasa outsource ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Alasan utama dari perusahan peng-outsource menurut IT Governance Institute dalam Governance of Outsourcing (2004) adalah :
- Kurangnya keahlian teknikal internal
- Mengurangi Biaya/Cost
- Kesesuaian bisnis / Business alignment
- Inflexible first pass contract governace processes
Selfsourcing
User yang sekaligus sebagai Pengembang Infrastruktur Teknologi Informasi
Kondisi yang berlawanan terjadi ketika sebuah perusahaan atau organisasi bisnis memiliki keterbatasan dalam budget yang dianggarkan untuk pengembangan infrastruktur teknologi informasi tersebut, sebuah pertanyaan mudah dengan jawaban yang sulit seringkali dilontarkan: mengapa tidak mengembangkan sendiri ?
Selfsourcing atau user (sebagai calon pemakai teknologi) berperan menjadi pengembang teknologi informasi yang diinginkan oleh perusahaan tersebut. Dalam kontek kemandirian, mereka sendiri yang nantinya memakai namun sebelumnya mereka sendiri yang harus mengembangkan infrastruktur teknologi informasi tersebut. Keterbatasan budget mungkin bukan satu-satunya alasan mengapa suatu perusahaan memilih selfsourcing dalam mengembangkan infrastruktur perusahaannya, alasan lain yang mendukung langkah ini adalah: faktor keamanan, faktor kecepatan implementasi, maupun faktor kebijakan manajemen perusahaan yang lebih cenderung untuk meningkatkan kompetensi pegawai perusahaan tersebut.
Selfsourcing dalam pengembangan sistem berbasis teknologi informasi tidak berbeda dengan jauh bila tanggung jawab pengembangan dilakukan secara outsourcing atau turn key project sekalipun. Tahapan standar pengembangan, dapat mengacu pada berbagai standar yang menjadi rujukan bagi perusahaan tersebut.
Siklus pengembangan sistem teknologi informasi secara selfsourcing diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus pengembangan sistem teknologi informasi secara selfsourcing
Secara generik tahapan pengembangan infrastruktur teknologi informasi seharusnya mengakomodir tahapan-tahapan berikut ini :
§ Menentukan cakupan proyek (scoping)
Tahapan scoping dijalankan untuk menemukenali permasalahan yang terjadi di dalam unit kerja atau suatu perusahaan. Obyektif dan tujuan serta requirement teknis disusun setelah permasalah ditemukan disertai membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi ideal yang diidamkan. Sebuah project plan yang memuat rincian kondisi ideal yang diinginkan, desain arsitektur sistem, prakiraan alokasi waktu pengembangan, besaran dana yang disediakan bagi kegiatan pengembangan tersebut, serta dukungan internal maupun eksternal yang diperlukan – diharapkan dapat dituangkan ke dalam suatu dokumen yang disepakati bersama antara manajemen perusahaan dan user yang dalam kontek ini sekaligus bertindak sebagai pengembang infrastruktur.
Dokumen kesepakatan cakupan pengembangan inilah yang selanjutnya menjadi rujukan dalam kegiatan pengembangan, dokumen ini sering disebut dengan Vision Scope Document
Peran manajemen perusahaan memiliki andil terbesar di dalam penentuan cakupan proyek yang akan dijalankan, hal ini terkait dengan otorisasi manajemen perusahaan dalam menentukan kebijakan penggunaan sumber daya perusahaan, penentuan visi dan misi perusahaan serta bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran perusahaan.
§ Melakukan analisis
Kesepakatan cakupan proyek selanjut dijabarkan dalam suatu kegiatan analisis kondisi eksisting, penentuan kondisi ideal yang disertakan dalam penyusunan tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam implementasi selanjutnya. Gap kondisi eksisting dan kondisi ideal tersebut yang nantinya akan dieliminasi melalui pengembangan sistem yang sedang direncanakan tersebut.
Kemampuan sistem yang akan dibangun, didefinisikan pada tahapan ini. Skenario pengembangan disusun dengan mempertimbangkan sasaran yang akan dicapai serta tak lupa mempertimbangkan besaran mandays serta budget yang akan di alokasikan untuk merampungkan proyek pengembangan sistem yang diinginkan.
Kadangkala proses bisnis eksisting dianalisis ulang untuk memastikan bahwa sistem yang akan dikembangkan relevan dan mengakomodir kebutuhan internal perusahaan serta jauh dari kontra produktif dengan logical flow operasional perusahaan yang selama ini sudah mapan.
Metode selfsourcing lebih mengedepankan kemandirian dalam pengembangan infrastruktur teknologi informasi, dalam hal ini selfsourcing menuntut user (yang sekaligus juga pengembang ini) untuk lebih peka dan cerdik melakukan analisa terhadap kebutuhan, deliverable serta pentahapan yang akan diraihnya.
Obyektif dari pelaksanaan analisis ini antara lain :
– Menemukan permasalahan teknis dan non teknis yang harus dipecahkan melalui pengembangan sistem informasi ini
– Mendefinisikan skala kebutuhan dan kapabilitas pemanfaatan teknologi untuk memenuhi kebutuhan bisnis di lingkungan user tersebut
– Mereka-reka kondisi ideal yang ingin dicapai dengan adanya sistem informasi yang akan dibangun ini
– Mendefinisikan nilai tambah dengan adanya kegiatan pembangunan sistem informasi dimaksud
Kegiatan analisis juga dilakukan atas resiko yang mungkin akan muncul di dalam penyelesaian proyek tersebut serta pasca implementasinya (operasional). Risk analysis mencakup berbagai hal teknis maupun non teknis yang diperlukan di dalam pengerjaan proyek pengembangan sistem teknologi informasi yang dimaksud. Dengan pendefinisian resiko di awal proyek, diharapkan akan meningkatkan derajat kehati-hatian pelaksana proyek sekaligus menjadi quality control bagi pengawas proyek dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan proyek.
§ Melakukan desain sistem
Dalam metodologi selfsourcing, user adalah pemilik ide pengembangan, user pulalah yang mendefinisikan rencana kebutuhan dari sistem teknologi informasi yang diinginkannya. Detil dari sasaran pengembangan yang akan dilakukan diwujudkan dalam bentuk detil desain sistem yang nantinya akan dibangun. Artikulasi rencana kebutuhan dan kemampuan sistem perlu di detilkan menjadi desain teknis sistem yang secara rinci dan seksama memuat keseluruhan fitur dan layanan yang akan dibangun. Walaupun selfsourcing mengutamakan peran user sebagai calon pemakai sekaligus pengembang sistem, namun dalam realisasinya tanggung jawab ganda tersebut sangat sulit dilaksanakan tanpa melibatkan pihak lain dalam menyusun dokumen desain sistem yang diinginkan. Pada gilirannya, user masih membutuhkan keterlibatan seorang system analyst , database administrator, network administrator maupun konsultan manajemen untuk menyusun dokumen detail desain bagi sistem tersebut. Metodologi selfsourcing mendorong user untuk dapat berperan lebih dominan dengan tidak menegasikan peran pihak lain dalam pengembangan suatu proyek (hal ini bertolak belakang dengan metode outsourcing).
Dokumen detail desain yang dimaksud disini diharapkan sudah memuat berbagai hal berikut ini:
– Arsitektur dan data flow dari sistem yang akan dikembangkan (dapat berupa Data Flow Diagram, Flow chart, pseudo code, Logical design dan lain-lain)
– Desain database yang dipakai didalam sistem tersebut
– Desain interface (misalnya: desain tampilan halaman login, halaman depan sistem, layout help filenya, menu list, visualisasi riil sistem yang akan dibangun, dan lain-lain).
– Feature list dan interoperability satu module/ sub module yang membangun sistem tersebut
– Deployment scenario yang berisi scenario integrasi antar module/sub module , sistem yang baru dikembangkan dengan sistem eksisting, hingga tata cara menginstalasi sistem tersebut pada lingkungan kerja yang sama sekali baru.
Dokumen desain infrastruktur teknologi informasi yang dihasilkan hendaklah memiliki karakteristik sebagai berikut:
– Technological independence
Dengan tidak menggantungkan pada suatu platform teknologi, sebuah solusi relatif lebih mudah untuk direalisasikan, dan pada beberapa kondisi desain sistem dengan karakteristik technological independence ini relatif lebih murah untuk diimplementasikan serta lebih realistik untuk mulai diimplementasikan.
– Reduced complexity
Proses menemukenali permasalahan teknis dan non teknis telah dilakukan pada tahapan analisis, kegiatan desain diharapkan mampu menguraikan simpul ketidakjelasan di dalam sistem teknologi yang akan dibangun. Dokumen desain menjadi penjelas bagi pengembang sistem untuk mengembangkan fitur dan kemampuan sistem yang akhirnya dapat menjadi solusi bagi kebutuhan user.
– Focus on structure
Kegiatan desain yang dilakukan hendaknya dimulai dari proses pendefinisian kemampuan bagian terkecil dari suatu sistem hingga bagian sistem secara utuh (misalnya:per thread (sub proses), proses, modul, sub sistem hingga sistem).
Kegiatan desain juga diharapkan mampu memberi gambaran yang detil mengenai sistem kerja masing-masing bagian sistem tersebut dan inteoperabilitas dengan bagian-bagian lain untuk membentuk kinerja sistem secara utuh.
Selfsourcing tidak mengesampingkan metode Prototyping didalam kegiatan desain yang sedang dilakukan. Dalam beberapa kasus pengembangan, Prototyping bahkan menjadi syarat mutlak sebelum sistem yang diinginkan (final system) diimplementasikan pada intranet perusahaan tersebut atau dioperasikan secara live. Prototyping dalam kegiatan desain sistem dapat dilakukan mengembangkan miniature sistem pada closed network tersendiri (misalnya: di dalam laboratorium), atau melalui proses kalkulasi empiris dengan mengujicobakan berbagai variable masukan pada beberapa parameter sistem dari perangkat simulasi berupa software.
Prototyping bagimanapun bentuknya dipercaya akan mampu memberikan gambaran yang mendekati riil dari sistem yang akan dikembangkan, dan bukan tidak mungkin melalui kegiatan Prototyping seperti dimaksud akan meningkatkan experience dari user yang dalam hal ini bertindak sekaligus sebagai pengembang sistem. Contoh riil dari kondisi ini adalah memberi gambaran bagi pengembang sistem, bahwa prakiraan logical flow yang dikembangkannya memiliki kekurangan maupun kelebihan, sekaligus membuktikan bahwa prakiraan kebutuhan perangkat lunak maupun perangkat keras sudah mampu menghasilkan performansi sistem seperti yang diharapkan.
§ Melakukan implementasi
Realisasi pelaksanaan proyek dilakukan pada tahapan implementasi. Hasil akhir dari tahapan implementasi adalah final system (atau sering disebut dengan completed system) yang secara harafiah adalah berupa sistem teknologi informasi dengan kemampuan lengkap dengan cacat produksi yang telah diminimasi. Dalam beberapa referensi metodologi pengembangan perangkat lunak membatasi tahapan implementasi dengan memasukan proses pengkodean (programming), pengujian (testing) dan instalasi menjadi bagian dari tahapan ini. Beberapa referensi lain menambahkan proses edukasi (user education) dan publikasi (promoting) turut menjadi bagian dari tahapan ini. Apapun batasannya, namun penulis lebih menganut suatu pemahaman bahwa tahapan implementasi memiliki keterkaitan keseluruhan proses yang disebutkan di atas, dan hasil batasan akhir dari tahapan implementasi adalah keluaran proyek yang benar-benar siap untuk dioperasikan. Dan kembali kepada topik tulisan ini mengenai selfsourcing, sebuah pertanyaan singkat terlintas: masih perlukan proses edukasi dan publikasi dijalankan – dan jawabannya adalah ya, karena bagaimanapun juga sosialisasi sistem kepada khalayak pengguna menjadi perlu dilakukan, hal ini terkait dengan pembiasaan user atas sistem teknologi informasi yang baru dikembangkan.
Keluaran dari tahapan implementasi dituntut untuk menjadi sebuah sistem yang mature dengan memiliki derajat flexibility, interoperability dan performance yang tinggi. Bagaiman membuktikan bahwa sistem teknologi informasi yang dikembangkan telah memenuhi kriteria tersebut? Salah satu cara adalah dengan : memakainya !
Pada lingkungan perusahaan yang menuntut akurasi sistem secara prima (misalnya: perbankan, rumah sakit, perusahaan telekomunikas, dan instansi pengolahan data) , proses pembuktian kesiapan sistem menjadi lebih komplek dan mempertimbangkan lebih banyak aspek sebelum akhirnya sistem tersebut dinyatakan benar-benar siap untuk dioperasikan.
Keterlibatan pihak lain untuk pembuktian derajat flexibility, interoperability dan performance dalam beberapa kasus pengembangan sistem menjadi sangat diperlukan. Beberapa expert dibidang tersebut biasanya menguasai hal-hal teknis spesifik yang dipersyaratkan dalam melakukan pengujian atas ketiga aspek di atas. Dan sudah menjadi kompetensi mereka pula untuk mampu menyediakan solusi teknis atas hambatan dan kendala yang ditemui oleh pengembang sistem.
Bila diperlukan, pengembang sistem yang dalam hal ini juga menjadi calon pengguna sistem dimaksud dituntut untuk lebih terbuka kepada rekanan yang ditunjuk dalam melakukan pengujian atas ketiga aspek di atas. Parallel process dengan tetap menjalankan proses eksisting parallel dengan menjalankan sistem yang baru selama tengat waktu tertentu – diharapkan dapat memberi bukti otentik sejauh mana ketiga aspek: flexibility, interoperability dan performance dapat diwujudkan. Dan satu hal yang terpenting dengan metodologi selfsourcing ini, tingkat kepekaan user dalam menemukan kelemahan sistem yang dikembangkan “sedikit” berkurang – hal ini tak lain dan tak bukan karena logika berfikir user tersebut sama dengan pengembang sistem.
§ Menjalankan fungsi support
Sistem teknologi informasi yang diinginkan telah “terpasang”, apakah semuanya sudah selesai? Infrastruktur teknologi informasi membutuhkan kegiatan pemeliharaan dan pengawasan yang telaten dan akurat. Learning system kira-kira begitu sebutannya untuk mendeskripsikan sebuah sistem yang senantiasa tumbuh berkembang seiring dengan pemanfaatannya dalam kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Bukan tidak mungkin dengan makin seringnya infrastruktur sistem informasi tersebut dipergunakan, maka tuntutan user pada sistem tersebut juga berubah (atau meningkat). Fungsi support diperlukan dalam pengoperasian sistem yang baru dikembangkan, hal tersebut untuk mengatasi kebutuhan teknis maupun non teknis antara lain seperti: bug finding, help desk, administering, security dan audit, patching, maupun upgrade.
Walaupun dikembangkan dengan menganut metodologi selfsourcing,namun penunjukan person yang bertindak sebagai help desk dan berperan dalam memberikan technical assistance masih tetap diperlukan.
Sisi Positif Selfsourcing
Sisi positif selfsourcing dapat dipahami dengan melihat berbagai aspek yang mempengaruhi tahapan pengembangan dari kegiatan menentukan cakupan proyek hingga menjalankan fungsi support.
§ Requirement dapat dipahami secara jelas
Selfsourcing mengedepankan peran user dalam menentukan obyektif dan sasaran pengembangan infrastruktur sistem informasi. Knowledge dan expertise yang terdapat di dalam benak user menjadi lebih mudah diartikulasikan ke dalam tahapan-tahapan pengembangan. Celah-celah kekurangan dari sistem teknologi informasi yang diinginkan dapat lebih diminimasi dengan asumsi bahwa user yang sekaligus pengembang sistem sangat memahami seluk beluk permasalahan yang dialaminya selama ini. User yang terdiri atas kelompok pekerja masing-masing memiliki ekspektasi yang nyaris sama atas sistem yang akan dibangun, variasi keinginan dari masing-masing user seringkali memperkaya khasanah sistem yang akan dikembangan dan kondisi ini lebih mendorong munculnya sebuah sistem yang rock solid dan aplikatif. Dengan ekspektasi yang relatif sama, sekelompok user diharapkan dapat melakukan fungsi kontrol atas sistem teknologi informasi yang telah dikembangkan dengan membandingkan antara hasil dan ekspektasi yang ada di dalam benaknya.
§ Meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki pada infrastruktur yang dikembangkan
Sistem teknologi informasi yang dibangun dari permasalah mendasar pada akar rumput (grass root) cenderung akan menjadi sebuah sistem yang langgeng dan aplikatif. Selain memberi kebanggaan tersendiri bagi user sekaligus pengembang sistem dimaksud, sang pengguna biasanya lebih “care” dan lebih “toleran” terhadap performansi dari sistem tersebut. Munculnya rasa memiliki di kalangan user, meningkatkan derajat apresiasi dan kewaspadaan didalam pemeliharaan dan pengoperasian sistem teknologi informasi yang dimaksud.
§ Relatif mempercepat tahapan pengembangan
Dengan mekanisme selfsourcing terjadi reduksi waktu yang diperlukan untuk mendisposisikan tanggung jawab pengembangan ke pihak lain. Reduksi waktu dan effort dapat dirasakan dari tahapan pendefinisian cakupan proyek hingga tahapan akhir siklus pengembangan teknologi secara selfsourcing. Dalam beberapa kasus pengembangan dimana user telah memahami metodologi pentahapan (versioning) dari pengembangan sebuah sistem, siklus pengembangan dapat dirancang lebih singkat dengan melakukan pentahapan (pengembangan versi sistem) di dalam penambahan kemampuan dari sistem yang dibangun.
§ Cost cutting
Bila sistem teknologi informasi dikembangkan sendiri secara selfsourcing, apakah masih diperlukan adanya biaya ? Biaya pengembangan masih tetap diperlukan, namun budget yang sedianya dialoasikan untuk “mandays” tenaga pengembang, dalam selfsourcing budget ini dapat dimanfaatkan untuk pos anggaran lainnya. Dapat dibayangkan reduksi yang dapat dilakukan bila sebuah proyek pengembangan dilakukan secara outsourcing atau turnkey project, apalagi pada proyek dengan skala besar.
Keunggulan Insourcing. Ada beberapa keunggulan yang terpadu pada barang atau jasa. Pertama, tingkat kontrol yang diharapkan pembeli untuk menilai transfer teknologi harus menjadi pertimbangan. Keterpaduan iap langkah yang diproteksi dari penggunaan yang tidak terautorisasi, kemudian keterpaduan tersebut menjadi pilihan untuk memilih outsourcing. Fasilitas yang digunakan menjadi scope efisiensi perusahaan.
Kelemahan Insourcing. Kelemahan insourcing dihubungkan dengan tingkat kebutuhan investasi yang dibutuhkan ketika keputusan insourcing dibuat. Kelemahan lain yang sering terjadi adalah ketika perusahaan mencoba untuk mengubah atau mengambil alternatif yang sesuai dengan kebutuhan pasar atau permintaan pasar. Kecocokan permintaan terhadap kebutuhan berbagai bagian dari rantai suplai (supply chain) sangat berbelit-belit pada proses insourcingoses internal tidak dengan mudah mencapai kesesuaian.
Kesimpulan
Kesuksesan keunggulan kompetitif suatu organisasi dengan menerapan IT Outsourcing, berdasarkan pertimbangan penerapan praktek-praktek outsourcing yang baik dapat menggunakan outsourcing life cycle kegiatan outsourcing dipengaruhi juga oleh triangle constraint (scope, cost dan time), komponen infrastruktur (people, process, technology) dan empat frame organisasi, untuk mencegah potensial resiko, sehingga organisasi dapat fokus terhadap core business–nya.
Daftar Pustaka
IT Governance Domain Practices and Competencies; Governance of Outsourcing, The IT Governance Institute; 2005.
http://www.ristinet.com/index.php?ch=8&lang=ind&n=213
http://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/MOSS9.pdf