Ada kisah menarik di India, yang berupaya melakukan revolusi ‘putih’, dimana pemerintah ingin meningkatkan konsumsi susu per kapita secara signifikan. Di daerah miskin Moga, tahun 1962, para peternak lokal susu menghadapi masalah akses terhadap saluran – saluran irigasi, tanah yang subur, hambatan cuaca yang panas, penyakit ternak serta kekurangan pasar. Ketika Nestle masuk wilayah tersebut, mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan pasokan susu murni yang cukup bagi pabrik susu dan makanan olahan susu, mereka harus membantu peternak lokal dalam menyediakan susu berkualitas.

Maka diluncurkanlah program bantuan kepada peternak lokal susu. Nestle membangun organisasi pembelian susu untuk memudahkan akses pasar susu lokal. Selanjutnya mendirikan infrastruktur pusat-pusat penyimpanan susu di beberapa tempat, yang dilengkapi dengan dokter hewan, ahli gizi ternak, ahli pertanian untuk membantu peternak lokal, termasuk pemberian obat dan suplemen gizi untuk kesehatan ternak. Sumur-sumur digali dan saluran irigasi diperbaiki dengan bantuan finansial dan teknik dari Nestle. Hasilnya? Sungguh mengagumkan. Ketika pertama kali meluncurkan program ini, hanya diikuti oleh 180 peternak lokal. Sekarang, sudah diikuti lebih dari 75 ribu peternak. Dengan infrastruktur cluster susu yang dibangun, Nestle membeli susu dari 650 lokasi pemerahan dan penyimpanan susu di wilayah Moga. Kini wilayah Moga dan sekitarnya sudah meningkat kondisi sosialnya dibandingkan wilayah tetangga.

Bagi Nestle sendiri, sudah tentu mendapatkan jaminan pasokan susu berkualitas yang berkesinambungan. Secara strategis, program yang dijalankan di India ini menjadi proyek pengembangan keunggulan kompetitif Nestle jangka panjang yang juga dijalankan di beberapa negara berkembang. Bagi India, sudah tentu mendapatkan keuntungan yakni tercapainya program revolusi putih dengan meningkatknya konsumsi susu per kapita, juga memperoleh peninngkatan kesejahteraan masyarakat khususnya wilayah Moga. Itulah salah satu contoh program CSR yang sudah menjadi bagian strategis jangka panjang perusahaan.

Memang bukan hal mudah untuk menjadikan CSR sebagai bagian strategi perusahaan. Apalagi sebagai bagian strategi bisnis, yang mampu memberikan profit dan keuntungan bagi perusahaan secara jangka panjang. Kebanyakan perusahaan masih menjadikan CSR hanya sebagai biaya, atau reactive action untuk mengantisipasi penolakan masyarakat, lingkungan atau pemerintah. Beberapa perusahaan sudah mampu menjadikan CSR sebagai brand atau corporate image. Seperti yang dilakukan perusahaan seperti Telkom yang memberikan komputer ke sekolah-sekolah dan hotspot gratis untuk akses internet, atau Djarum yang memberikan beasiswa kepada pelajar/mahasiswa berprestasi. Namun masih sedikit yang menjadi bagian strategi bisnis perusahaan.

Contoh lainnya adalah seperti yang dilakukan Debeers, perusahaan tambang dan perdagangan intan terbesar di dunia. Ketika geologist Debeers menemukan gulungan sabuk intan di Orapa, botswana pada tahun 1960 an, mereka menyanding pemerintah Botswana sebagai pemegang saham dalam mengeksplorasi intan. Untuk meningkatkan peran serta dan dukungan pemerintah serta masyarakat terhadap aktifitas Debeers, secara bertahap pemerintah Botswana meningkatkan kepemilikan saham di Debeers sampai 50% dan perusahaan berubah menjadi Debeers Botswana Diamond, LLC atau disingkat Debswana. Program kesehatan, dan penyuluhan bagi masyarakat miskin Botswana juga diluncurkan untuk masyarakat Botswana. Selain itu, proses sertifikasi dan kegiatan sorting intan yang dulunya dilakukan di London, dipindahkan ke Botswana untuk meningkatkan nilai tambah.

Hasilnya, Botswana yang dulunya dikenal sebagai negara miskin di Afrika, sekarang masuk ke dalam kategori menengah dengan pendapatan per kapita USD 9200 pada tahun 2004, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang sekitar USD 2000. Tambang intan di Botswana, menyumbang sepertiga GDP Botswana, dan merupakan 90% ekspor luar negeri Botswana. Bagi Debeers sendiri, tambangnya di botswana adalah 2/3 dari seluruh hasil tambang intan Debeers di seluruh dunia. Dengan hasil seperti ini, sampai-sampai bentuk hubungan kemitraan dengan Debeers disebutkan oleh Presiden Botswana, MF Mogae pada tahun 1997 sebagai berikut “ The partnership between De Beers and Botswana has been likened to a marriage. I sometimes wonder whether a better analogy might not be that of siamese twins.” Sungguh benar-benar hubungan yang harmonis, sinergis dan strategis antara perusahaan komersial dengan pemerintahan.

Dengan contoh diatas, perusahaan tersebut telah berhasil menyelaraskan program CSR mereka dengan strategi bisnis perusahaan. Tidak hanya berhasil membantu masyarakat, lingkungan maupun pemerintah atau dengan kata lain stakeholder, tetapi yang terpenting adalah membantu perusahaan itu sendiri. Mereka memperoleh peningkatan produktifitas yang memberikan keuntungan pada akhirnya memberikan keunggulan kompetitif berkesinambungan. Melalui program CSR yang lebih strategis dan sinergis, diharapkan permasalahan sosial, lingkungan, kesejahteraan sosial maupun kebutuhan strategis bisnis dapat terjawab, sehingga tidak ada kata lagi bahwa program CSR dan tujuan bisnis perusahaan saling bertolak belakang.

Tanggapan mengenai CSR

CSR merupakan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan. Oleh karenanya CSR wajib dilaksanakan. Program CSR harus bisa terintegrasi dalam kebijakan perusahaan, agar program tersebut bisa berjalan lebih efektif serta memberikan hasil yang maksimal. Jika program CSR hanya setengah-setengah, hasilnya pun tidak akan optimal. Ada beberapa bidang yang menjadi fokus program CSR yakni ekonomi, kesehatan, sosial budaya, infrastruktur, dan penanganan bencana.

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *